BATU BARA, penanasional.id – Siang itu, jalan akses industri di Kuala Tanjung berubah jadi lorong berdebu. Sebuah truk tanpa pelat nomor melintas tanpa pengawalan, membawa sisa muatan abu semen yang mengepul dan menari di udara. Debu putih itu tak hanya mengotori pandangan, tapi menyusup ke dalam napas—menyerang pelan, tanpa suara, tanpa izin. Selasa, 01/07/2025
Bukan hanya kelalaian. Ini adalah gambaran nyata ketika napas manusia dipertaruhkan demi kelancaran bisnis.
Abu Semen: Racun Tak Terlihat
Semen adalah lambang pembangunan. Tapi abunya? Adalah racun tak kasatmata. Partikel kecilnya mengandung silika bebas, zat yang bisa mengendap di paru dan menimbulkan penyakit mematikan seperti silikosis bahkan kanker paru. Paparan berulang dapat merusak sistem pernapasan secara permanen. Dan itu yang kini dihirup oleh warga Kuala Tanjung.
Truk Tanpa Plat: Bisnis Tanpa Tanggung Jawab
Mengapa truk itu tanpa identitas? Tanpa pelat nomor, tanpa pengawasan? Karena ia ingin tak dilacak, tak ditanya, tak dimintai pertanggungjawaban. Ini bukan sekadar kendaraan industri. Ini simbol bisnis yang ingin untung tanpa dihantui oleh aturan. Maka kita bertanya: siapa pemiliknya? Untuk siapa debu itu dibiarkan beterbangan?
Kawasan Industri Bukan Wilayah Bebas Aturan
Kuala Tanjung bukan zona liar. Di sini berdiri perusahaan-perusahaan besar, pelabuhan kelas dunia, dan investasi triliunan rupiah. Tapi hari itu, truk tak bertuan bisa bebas melintas di tengah masyarakat. Jika sistem tak lagi mengawasi, maka bisnis berubah menjadi ancaman.
Udara Bersih Bukan Harga yang Layak Dibayar
Pembangunan bukan alasan untuk mencabut hak hidup sehat. Udara bersih bukan barang mewah. Ia adalah hak dasar setiap manusia. Tapi dalam logika bisnis tanpa etika, nyawa warga kadang hanya dianggap “biaya samping”.
Dan selama kita diam, pelanggaran itu akan terus terjadi.
Batu Bara Tak Boleh Jadi Korban Pembangunan Buta
Temuan ini bukan laporan warga. Ini hasil pantauan langsung jurnalis batubarapos.com. Ketika pengawasan hilang, sistem diam, dan kendaraan bebas mencemari, maka jelas: ada yang lebih diutamakan dari keselamatan rakyat—yakni kelancaran bisnis.
Hari ini abu semen. Besok mungkin limbah beracun. Apakah kita akan terus membiarkan napas warga digadaikan demi proyek, demi muatan, demi uang? (Red)